Penyebab rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam
dunia pendidikan yaitu:
1.
Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya prestasi siswa,
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan,
7.
Mahalnya biaya pendidikan.
Ciri-ciri
Pendidikan di Indonesia
a. Pelaksanaan
pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan
Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan
yang dilakukan di bumi Indonesia untuk
kepentingan bangsa Indonesia.
b. Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari.
c. Pikiran
para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta
menyimpulkannya.
d. Presiden SBY usai rapat kabinet
terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
e. Presiden
memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
di Indonesia, yaitu:
1.
Meningkatkan akses terhadap masyarakat
untuk bisa menikmati mendidikan di
Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
2.
Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan
di desa dan kota, serta gender.
3. Meningkatkan mutu pendidikan dengan
meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata
kelulusan dalam ujian nasional.
4. Langkah keempat, pemerintah akan menambah
jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan.
Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
5.Langkah
kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah
komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
6.
Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan 20 % dari
anggaran Negara ( 44 trilliun ).
7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan
teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.Langkah terakhir, pembiayaan bagi
masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
- Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini ada beberapa
penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di
Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu
pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat
meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Selama
ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi
formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia.Kurang peduli
terhadap bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah
telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat
oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas
pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan
dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk
dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam
pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan
dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan
efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai
dengan bakat dan minatnya.
Hal-hal
seperti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi
tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi
Pengajaran Di Indonesia
Efisien
adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang
lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang
baik pula.
Beberapa
masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan,
waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain
yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga
berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Jika
kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang
biaya sekolah, kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti
buku,biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran
yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, sudah diberlakukan pembebasan biaya
pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya
serperti buku teks pengajaran, alat
tulis, seragam dan lain sebagainya harus ditanggung oleh orang tua siswa
tersebut. Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah
lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa
pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara
lain. puk. Hal tersebut jelas tidak efisien
Kurangnya
mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya.
Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di
lapangan yang sebenarnya.Hallain adalah
pendidik tidak dapat mengkomunikasikan bahan pengajaran dengan baik.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum
1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi, KTSP, K-13 yang mengubah proses pengajaran menjadi
proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya.
Ketika
mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara
mengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga
menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering
mengganti kurikulum yang dianggap kurang efektif langsung menggantinya dengan
kurikulum yang dinilai lebih efektif.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika
kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara
tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses
untuk menentukan standar yang akan diambil.
Seperti
yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal
maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi.
Kualitas pendidikan diukur oleh standard dan kompetensi di dalam berbagai
versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan
standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional
Pendidikan (BSNP).
Selain
itu, dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami
menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami
sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya
peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa
melihat proses yang dilalui peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan
selama 3 tahun. Selain hanya berlangsung sekali, evaluasi seperti itu hanya
mengevaluasi beberapa bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain
yang telah didikuti oleh peserta didik.
- Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita yaitu :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Banyak
sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung,
perpustakaan, laboratorium dan sebagainya.
Data
Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga
yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari
seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik,
299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26%
mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya
lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan
ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang
tidak sama.
2. Rendahnya Kualitas Guru
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan
guru di Indonesia amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No
20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kelayakan
mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah salah satunya juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005,
idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah.
Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per
bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di
sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu,
terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup.
4.
Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di
dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science
Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari
44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Didalam
laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara.
Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada
jauh di bawahnya. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari
materi bacaan dan mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal
dan mengerjakan soal pilihan ganda.
5.
Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan
memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang
Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama
tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.
Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS
(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka
yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT
sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja
cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta
anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan
masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam pendidikan. Mahalnya
biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan
Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali
tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
Secular/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih
luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat
implementasinya, tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan
anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,
dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara
terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
- Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk
mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat
diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut
hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk
masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
Kualitas
pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan
kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab
utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih
kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
1.
Rendahnya sarana fisik,
2. Rendahnya kualitas guru,
3. Rendahnya kesejahteraan guru,
4. Rendahnya prestasi siswa,
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan,
7. Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun
solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan
meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan
semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional.
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
MASALAH PEND. DI INDONESIA
MASALAH PEND. DI INDONESIA
1. Pertambahan
jumlah penduduk yang cepat.
2. Kemampuan
ekonomi keluarga.
3. Kesadaran akan
arti pentingnya pendidikan bagi kehidupan.
4. Terbatasnya
daya tampung satuan pendidikan.
5. Kualitas
tenaga kependidikan.
6. Perkembangan
ilmu dan teknologi.
7. Aspirasi
masyarakat dan tuntutan dunia pekerjaan.
8. Keterbelakangan
budaya.
Resume ini dibuat untuk kepentingan akademik. Sumber referensi : Ibu Maria Heri Zulfiati, selaku dosen Pengantar Pendidikan di tempat saya menempuh pendidikan.
Resume ini dibuat untuk kepentingan akademik. Sumber referensi : Ibu Maria Heri Zulfiati, selaku dosen Pengantar Pendidikan di tempat saya menempuh pendidikan.
No comments:
Post a Comment